KISAH SUKSES : PENJUAL KEK PISANG
Kisah
Sukses Deny menjual
Kek
Pisang Villa dengan Omset Milyaran
Tahun 2006, ia
berhenti dari pabrik dan menjadi wirausaha. Sepanjang tahun itu, ia mencoba
berbagai jenis usaha. ”Prinsipnya, saya mencari usaha yang arus kasnya harian.
Saya mencoba sembilan jenis usaha dari berjualan kue, membuka rumah makan,
sampai menjadi EO (event organizer),” ujarnya.
Sampai tahun
2006, Denni Delyandri (32) menjadi karyawan dengan
penghasilan maksimal Rp 2,5 juta per bulan. Kini, ayah tiga anak itu menjadi
direktur perusahaan beromzet harian rata-rata Rp 100 juta.
Rezeki itu ia bagi
dengan 220 karyawan di Batam, Kepulauan Riau, dan Pekanbaru, Riau. Suami Selvi
Nurlia itu juga membagi rezeki itu dengan sedikitnya 80 UKM yang bermitra
dengan perusahaannya, CV Media Kreasi Bangsa (MKB).
Lewat perusahaan
itu, Denni menjual Kek Pisang Villa di Batam dan Viz
Cake di Pekanbaru. CV MKB membuka delapan gerai di penjuru-penjuru Batam untuk
memasarkan aneka produk Kek Pisang Villa.
Sementara di
Pekanbaru ada empat gerai memasarkan Viz Cake. Selain Kek Pisang Villa dan Viz
Cake, gerai-gerai itu juga menjual aneka produk UKM mitra CV MKB. ”Saya
menyiapkan perusahaan baru untuk memudahkan ekspansi usaha,” ujar Denni.
Pencapaian Denni tidak
dalam semalam. Ia giat berdagang aneka produk buatan sendiri sejak masih
menjadi karyawan. Namun, hasilnya tidak maksimal. Denni juga harus
berkonsentrasi dengan pekerjaan di pabrik. Selain itu, modalnya juga tidak
banyak.
Februari 2007, ia dan
istri mulai membuat bolu pisang dengan nama Banana Cake. Selvi mengurusi
produksi dan Denni memasarkan. ”Kami mencoba berbagai resep makanan. Kebetulan
istri hobi memasak. Setelah mencoba berbagai jenis, cake pisang ini yang paling
diterima pasar,” ujarnya.
Mereka memulai usaha
dari rumah sederhana di kawasan Batu Aji di pinggiran Batam. Alat produksi
awalnya adalah mesin pengaduk kecil, kompor minyak tanah, dan oven kecil. ”Kami
memulai dengan 2 kilogram pisang sehari. Rata-rata dibuat 40 kotak kue sehari
karena kapasitas produksi terbatas,” tutur alumnus Universitas Andalas, Padang,
itu.
Sebagian kue itu
dipasarkan dalam bentuk potongan ke warung-warung. Sebagian lagi dipasarkan
dalam bentuk utuh dari pintu ke pintu. ”Saya memasarkan ke tetangga, kenalan,
atau kantor. Saya membuat brosur yang dibagikan di pabrik-pabrik,” ujarnya.
Hampir lima
bulan Denni melakukan pola itu. Selama proses itu,
ia melihat banyak wisatawan datang ke Batam, baik transit maupun berwisata di
Batam. Namun, Batam belum punya oleh-oleh khas. ”Kota lain punya makanan khas
sebagai oleh-oleh. Yogya punya bakpia, Bandung dengan brownies,” ujarnya.
Juli 2007, Deni
membuat keputusan, mengubah nama produk dan meminjam uang untuk tambah modal.
”Kami mulai pakai nama Kek Pisang Villa. Saya ambil pinjaman tanpa agunan Rp 40
juta. Sebagian untuk sewa ruko, sisanya untuk beli oven lebih besar, tambah
kapasitas produksi,” ujarnya.
Ruko itu berada di
bagian depan kompleks tempat Denni tinggal. Lantai
satu dijadikan toko dan lantai dua dijadikan pabrik. Di lokasi baru, kapasitas
produksi naik jadi 100 kotak per hari. ”Waktu itu, usaha mulai lebih lancar dan
kami meningkatkan promosi untuk menjadikan produk sebagai oleh-oleh khas Batam.
Pinjaman pertama saya lunasi dalam delapan bulan,” tuturnya.
Namun, usaha Denni tetap
ditentang orangtuanya. Ia dan istrinya memang berasal dari keluarga tanpa dasar
wirausaha. ”Saya masih disuruh mendaftar ke salah satu BUMN saat omzet sudah Rp
70 juta per bulan. Namun, saya teruskan jadi wirausaha,” katanya.
Tambah
kapasitas
Juni 2008, Denni
mendapat kredit usaha rakyat Rp 500 juta. Pinjaman tanpa agunan tersebut
memungkinkan ia mengembangkan sayap. Ia menambah dua gerai di pusat kota dan
satu lagi di kawasan pinggiran. Pabrik dipindahkan dari kawasan Batu Aji ke
gerai baru di Batam Center. Pabrik itu memasok produk untuk gerai di Batu Aji,
Penuin, Tiban, Nagoya, dan Bandara Hang Nadim.
Produknya makin
dikenal dan jadi oleh-oleh utama di Batam. Wisatawan asing dan domestik kerap
membawa Kek Pisang Villa sebagai oleh-oleh. Peserta acara-acara di Batam kerap
membawa berkardus-kardus Kek Pisang Villa saat meninggalkan Batam.
Terkadang panitia
membantu. Kerap pula peserta memburu sendiri di sejumlah gerai CV MKB. Denni
juga mengirimkan tim penjual ke lokasi acara. Cara penjualan jemput bola itu
dipertahankan sampai sekarang.
Dengan berbagai
kombinasi pemasaran dan penjualan itu, sekarang rata-rata terjual 2.500 kotak
per hari pada hari biasa. Pada musim liburan, gerai-gerai Denni bisa menjual
hingga 3.500 kotak kue per hari. Dengan harga minimal Rp 35.000 per kotak,
Denni meraup Rp 87,5 juta per hari dari penjualan kue saja, belum dari
penjualan aneka produk UKM mitra CV MKB. ”Sekarang kami tidak beli pisang di
pasar. Kami ambil pisang dari Medan, Sumatera Utara. Saya tidak ingat berapa
ton per bulan,” tuturnya.
Pundinya tidak hanya
terisi dari gerai di Batam. Tahun lalu, Denni melebarkan sayap ke Pekanbaru. Di
sana, ia mengolah durian menjadi aneka jenis kue dengan merek Viz Cake. ”Durian
bisa didapat kapan saja. Namun, belum ada produk olahan berupa kue durian. Saya
masuk di celah itu,” ujarnya.
Dalam setahun, Viz
Cake berkembang pesat. Kini, empat gerai dibuka di Pekanbaru dengan penjualan
harian rata-rata 500 kotak.
Kini, Denni tidak
lagi mengurus sendiri usahanya. Operasi sehari-hari diserahkan kepada
profesional. Ia berkonsentrasi pada strategi pengembangan.
Meski sudah sukses,
Denni tetap sederhana. Jika ke kantor, ia kerap hanya menggenakan kaus, celana
jeans, dan sandal. Sepintas ia tak terlihat sebagai pengusaha muda dengan omzet
rata-rata Rp 3 miliar per bulan
KISAH SUKSES : PENJUAL KEK PISANG
Reviewed by bisnisrumahq.blogspot.com
on
Friday, October 20, 2017
Rating:
No comments: