TETAP KALEM DI DUNIA MAYA
Pernah melihat orang yang sangat berbeda antara dunia nyata dengan maya?
Pernah terkaget-kaget ketika status yang kita lempar, ternyata dikomentari dengan sinis. Bahkan nggak puas dengan itu, sang komentator bikin status tandingan dan me-mention kita disana.
Mau diladeni, kok ya ujungnya debat kusir..
Nggak diladeni, kok ya nama baik terancam..
Tipikal orang nyosmed itu sendiri bermacam-macam.
Ada yang sekadar ingin mengumpulkan kawan-kawan dalam komunitasnya, lalu berbagi cerita dan topik yang bisa dibahas.
Ada yang untuk bisnis.
Ada yang ingin mencari teman baru, bahkan jodoh
Ada yang sekadar punya saja, jadi ketika orang tanya: punya fesbuk? Dia bisa menjawab “ya” sekaligus menyebutkan alamatnya. Namun jarang apdet status dan tengok-tengok akunnya
Ada yang kesepian di dunia nyata, lalu lari ke dunia maya dan mulai ketergantungan dengan dunia itu.
Belakangan ada pula yang disebut alter ego. Apa yang dia tampilkan di dunia maya, adalah “diri kedua” dari kepribadian sebenarnya.
Dunia maya ini riuh, gaduh, nggak heran kalo kepeleset sedikit saja, kita bisa mengaduh-aduh
Apalagi netizen bisa jadi buas dengan disulut sedikit saja provokasi.
Dengan tetangga sebelah rumah yang biasanya manis menyapa, kalau sudah saling mengomentari di Sosmed, bisa hilang itu etika.. salah paham ujungnya. Hubungan pertetenggaan pun jadi hambar rasanya. Kini dia lewat depan rumah kita, tak ada lagi tegur sapa.
Dahsyatnya sosmed.. bisa-bisanya mempengaruhi hidup kita. Padahal itu dunia maya belaka. Tapi kenapa kita bisa begitu dikacaukan olehnya.
Saya punya sahabat, penulis senior yang sudah dua tahunan ini tutup akun fesbuk. Padahal saya begitu menyukai semua catatan yang dia bagi di sana.
Semua berawal dari sebuah “fitnah” yang ia terima terkait buku yang ia tulis bertahun-tahun lalu. Tidak kuat dengan kritikan dan sindiran netizen, dia pilih tutup akun dan sampai sekarang BBM hingga whatsapp pun tidak ia punyai.
Saya pribadi menyayangkan langkahnya, dan selalu mendorongnya untuk kembali bersosmed. Setidaknya, ia bisa berdakwah di sana. Bisa berbagi semangat disana. Tapi selalu saja saya gagal. Karena rupanya dunia maya ini telah begitu mendatangkan luka baginya.
Lalu harus bagaimana? Masa iya sih kita mainan Sosmed tapi tidak usah update apa-apa jika khawatir dikomentari negatif.. jadi silent reader kan nggak seru..
Silakan saja keep silent. Jika dengan begitu sosmed jadi maksimal manfaatnya untuk kita.
Curhat di sosmed? Boleh saja, tapi ingat bahwa orang yang sekadar kepo jauh lebih banyak daripada orang yang benar-benar peduli dengan kita.
Share tulisan atau gambar? Baik saja jika isi tulisan baik, dan bermanfaat. Tapi tahan diri untuk berita yang belum berimbang dan hanya bersumber dari katanya. Orang bisa memberitakan apa saja kan.
Update keseharian? Sesekali tak mengapa lah.. tapi jika setiap jam kita update, jangan heran kalau beberapa kawan memilih unfollow.
Minta pendapat atau sharing? Boleh.. oiya, fesbuk juga ada grup-nya kok. Silakan cari yang paling dekat dengan kebutuhan kita dan sharing-lah banyak-banyak disana.
Lalu bagaimana jika kita sudah proporsional dan kalem mainan sosmed, tapi kok ya adaa aja orang yang main serang tanpa pakai perasaan?
Inilah hebatnya dunia maya. Orang bisa jadi anonim. Trust dan solidaritas jadi rendah. Dan karena kedua hal itu rendah, maka akan lebih mudah untuk merendahkan martabat kemanusiaan lawan bicara.
Jadi, satu-satunya kunci adalah pandai menahan diri. Tak usah menanggapi hal yang hanya memancing emosi. Karena jika makin diikuti, makin gila diri ini.
Kalau terus diserang tanpa ada kejelasan? Ya sudah unfriend saja. Kita bersosmed bukan untuk menambah masalah kan.
Mainan Sosmed, berarti kita harus menyiapkan mental.
Mari tetapkan Sosmed sebagai alat untuk berkomunikasi. Bukan alat untuk semakin memperumit hidup ini.
Pernah terkaget-kaget ketika status yang kita lempar, ternyata dikomentari dengan sinis. Bahkan nggak puas dengan itu, sang komentator bikin status tandingan dan me-mention kita disana.
Mau diladeni, kok ya ujungnya debat kusir..
Nggak diladeni, kok ya nama baik terancam..
Tipikal orang nyosmed itu sendiri bermacam-macam.
Ada yang sekadar ingin mengumpulkan kawan-kawan dalam komunitasnya, lalu berbagi cerita dan topik yang bisa dibahas.
Ada yang untuk bisnis.
Ada yang ingin mencari teman baru, bahkan jodoh
Ada yang sekadar punya saja, jadi ketika orang tanya: punya fesbuk? Dia bisa menjawab “ya” sekaligus menyebutkan alamatnya. Namun jarang apdet status dan tengok-tengok akunnya
Ada yang kesepian di dunia nyata, lalu lari ke dunia maya dan mulai ketergantungan dengan dunia itu.
Belakangan ada pula yang disebut alter ego. Apa yang dia tampilkan di dunia maya, adalah “diri kedua” dari kepribadian sebenarnya.
Dunia maya ini riuh, gaduh, nggak heran kalo kepeleset sedikit saja, kita bisa mengaduh-aduh
Apalagi netizen bisa jadi buas dengan disulut sedikit saja provokasi.
Dengan tetangga sebelah rumah yang biasanya manis menyapa, kalau sudah saling mengomentari di Sosmed, bisa hilang itu etika.. salah paham ujungnya. Hubungan pertetenggaan pun jadi hambar rasanya. Kini dia lewat depan rumah kita, tak ada lagi tegur sapa.
Dahsyatnya sosmed.. bisa-bisanya mempengaruhi hidup kita. Padahal itu dunia maya belaka. Tapi kenapa kita bisa begitu dikacaukan olehnya.
Saya punya sahabat, penulis senior yang sudah dua tahunan ini tutup akun fesbuk. Padahal saya begitu menyukai semua catatan yang dia bagi di sana.
Semua berawal dari sebuah “fitnah” yang ia terima terkait buku yang ia tulis bertahun-tahun lalu. Tidak kuat dengan kritikan dan sindiran netizen, dia pilih tutup akun dan sampai sekarang BBM hingga whatsapp pun tidak ia punyai.
Saya pribadi menyayangkan langkahnya, dan selalu mendorongnya untuk kembali bersosmed. Setidaknya, ia bisa berdakwah di sana. Bisa berbagi semangat disana. Tapi selalu saja saya gagal. Karena rupanya dunia maya ini telah begitu mendatangkan luka baginya.
Lalu harus bagaimana? Masa iya sih kita mainan Sosmed tapi tidak usah update apa-apa jika khawatir dikomentari negatif.. jadi silent reader kan nggak seru..
Silakan saja keep silent. Jika dengan begitu sosmed jadi maksimal manfaatnya untuk kita.
Curhat di sosmed? Boleh saja, tapi ingat bahwa orang yang sekadar kepo jauh lebih banyak daripada orang yang benar-benar peduli dengan kita.
Share tulisan atau gambar? Baik saja jika isi tulisan baik, dan bermanfaat. Tapi tahan diri untuk berita yang belum berimbang dan hanya bersumber dari katanya. Orang bisa memberitakan apa saja kan.
Update keseharian? Sesekali tak mengapa lah.. tapi jika setiap jam kita update, jangan heran kalau beberapa kawan memilih unfollow.
Minta pendapat atau sharing? Boleh.. oiya, fesbuk juga ada grup-nya kok. Silakan cari yang paling dekat dengan kebutuhan kita dan sharing-lah banyak-banyak disana.
Lalu bagaimana jika kita sudah proporsional dan kalem mainan sosmed, tapi kok ya adaa aja orang yang main serang tanpa pakai perasaan?
Inilah hebatnya dunia maya. Orang bisa jadi anonim. Trust dan solidaritas jadi rendah. Dan karena kedua hal itu rendah, maka akan lebih mudah untuk merendahkan martabat kemanusiaan lawan bicara.
Jadi, satu-satunya kunci adalah pandai menahan diri. Tak usah menanggapi hal yang hanya memancing emosi. Karena jika makin diikuti, makin gila diri ini.
Kalau terus diserang tanpa ada kejelasan? Ya sudah unfriend saja. Kita bersosmed bukan untuk menambah masalah kan.
Mainan Sosmed, berarti kita harus menyiapkan mental.
Mari tetapkan Sosmed sebagai alat untuk berkomunikasi. Bukan alat untuk semakin memperumit hidup ini.
TETAP KALEM DI DUNIA MAYA
Reviewed by bisnisrumahq.blogspot.com
on
Thursday, April 28, 2016
Rating:
No comments: