CERPEN FANTASI "PETUALANG SEJATI NEIDA"




Lagi-lagi Ayah bercerita tentang petulangannya ketika ia masih muda. “Ayah, sudah berapa kali aku bilang sih?! Aku ini sudah besar, jadi aku gak mungkin bisa ditipu lagi,” ucapku marah.
Bukannya aku tidak menyukai cerita Ayah, yang tak aku suka adalah caranya menceritakan kisahnya itu kepadaku, seakan-akan itu benar-benar terjadi padanya, seakan-akan Apel Emas Neida benar-benar ada…

Memang dulu saat aku masih kecil, aku menjadi fans nomor satu Ayah karena Ayahku petualang yang hebat, mendengarnya bercerita saja sudah membuatku merasa ikut berpetualang dengannya ke Negeri Neida dimana semua penduduknya bisa mengendalikan angin, dan dimana Apel Emas Neida berada, apel yang gurih tapi akan langsung meleleh di lidahmu dan terasa manis seperti nektar, Apel Emas Neida hanya tumbuh 1000 tahun sekali, dan Ayahku mendapat kehormatan untuk mencicipinya.
Tapi semua itu berubah ketika aku menemukan buku tua di perpustakaan sekolahku, buku itu sama persis dengan cerita petualangan Ayah dan penulisnya bukan Ayah, bahkan buku itu sudah ada sebelum Ayah lahir. Jadi kesimpulanku Ayah pernah membaca buku itu dan menceritakannya padaku seakan-akan itu petualangannya.

Mungkin itu alasan mengapa Ibu meninggal dunia, karena lelah dengan omong kosong dari cerita Ayah, walaupun Ibu tetap tersenyum setiap mendengarnya. Ibuku meninggal karena kami kekurangan biaya untuk mengobatinya. Walaupun Ayah bisa bekerja di perusahaan besar, ia tetap memilih untuk bekerja di perusahaan kecil yang jadwal bekerjanya lebih senggang, katanya agar kami memiliki banyak waktu bersama, tapi itu juga berdampak dengan gajinya.
Aku semakin membenci Ayah karena ia begitu tak berguna hingga Ibu meninggal. Hubunganku dengan Ayah semakin senggang apalagi setelah aku mempunyai istri dan dua anak. Hampir sebulan sekali, aku baru berkunjung ke rumah kami. Dan setiap aku berkunjung, Ayah selalu menceritakan kisah petualangannya dengan semangat kepada kedua cucunya.
“Ayah cukup! Semula aku membiarkan Ayah, tapi semakin lama Ayah membohongi anakku semakin parah, Ayah berkata bahwa Ayah mengenal dekat atlet kesukaan anakku. Ayah bahkan menjadi kurir surat yang menghubungkan anakku dengan atlet kesukaannya. Aku yakin surat itu Ayah juga yang menulisnya bukan atlet kesukaan anakku. Jangan merusak didikanku kepada mereka, aku sudah mendidik mereka untuk berpikir realistis bukan mengkhayal seperti Ayah,” bentakku.
Dan semenjak itu, aku tidak lagi mau mengajak anakku untuk mengunjungi Ayah.
“Ayah… lihat deh, peron 9,25 itu gak ada Ayah, gimana Ayah suruh pergi ke sekolah lewat sana sih,” ucap anakku. Aku pun kebingungan, jelas jelas saat aku masih remaja, Ayah mengantarku melewati peron 9,25 untuk sampai ke sekolahku.

“Dam, kamu tau? Sekolah ini spesial sekali, kamu bisa terdaftar di sekolah ini, karena kepala sekolahnya ingin petualang-petualang hebat, dulu Ayah sempat bersekolah disini juga,” ucap Ayahku saat itu. Sebelum aku menemukan buku tua itu…
Ketika itu aku sadar, bahwa semua cerita Ayah bukan omong kosong, Ayah memang petualang sejati. Aku segera pergi mengunjungi Ayah. Namun Ayah tidak ada di rumah, aku pun ke luar dan menanyakan kemana Ayahku pergi ke orang-orang sekitar…
“Oh Dam, lama sekali kita tidak bertemu,” ucap supir angkot yang dulu sering mengantar aku, Ibu, dan Ayah setiap harinya. “Baru saja aku mengantar ayahmu ke kuburan Ibumu,” lanjutnya. Dengan cepat, aku memintanya untuk mengantarkanku ke kuburan Ibuku juga.
Setelah sampai disana, aku melihat Ayahku sedang membersihkan kuburan Ibuku. Aku langsung memeluk dan meminta maaf kepadanya. Ayahku membalas memelukku dan tertawa dan berkata, “Aku memang tidak pernah berbohong, Nak”. Namun, pelukan Ayah semakin lama semakin lemah.
“Ayah?”

“Dam, kamu tahu kenapa Ibumu tidak mau dioperasi? Bukan karena kita kekurangan uang. Tetapi, Ayah pernah membawanya ke Profesor terjenius yang kebetulan menjadi guru Ayah saat itu. Ia berkata bahwa tidak ada obat yang bisa menyembuhkan Ibu, hanya ada cara yang mungkin bisa membuatnya hidup lebih lama dari vonis dokter, yaitu kebahagiaan sejati. Tak lama setelah itu, kamu lahir Dam. Dan kamu merubah dunia kami. Ibumu jadi gampang tertidur nyenyak setelah kamu memijitnya, padahal Ibumu susah tidur dengan sakit di dadanya. Ayah menetap disini, padahal Ayah belum menyelesaikan petualangan Ayah,” ucap Ayah sambil terbatuk-batuk. “Maafkan aku Yah, sekarang kita pergi ke rumah sakit dulu, untuk merawat Ayah ya,” ucapku sambil mengangkat Ayah dan membawanya ke rumah sakit.
“Silahkan Dam, Ayahmu mau berbicara denganmu,” kata Dokter kenalan Ayahku.
“Dam, boleh Ayah menceritakan petualangan Ayah yang terakhir?”
“Tapi kondisi Ayah…”

“Dam, saat aku mencari arti kebahagian sejati, aku pergi menemui semua orang bijak, dan tak satu pun dapat menjelaskannya kepada Ayah. Akhirnya Ayah pergi dan mencari orang bijak lainnya. Hingga Ayah bertemu dengan ketua kumpulan orang bijak itu. Huk uhuk uhuk… Lalu ia menyuruh Ayah membuat mata air untuk penduduk lokal. Ayah menggali tanah itu cukup luas dan membuat irigasi sehingga air sungai mengalir ke dalam mata air itu. Lalu ketua itu mendatangi Ayah, saat itu hujan deras, dan mata air itu berubah menjadi keruh karena bercampur tanah. Ayah pun membersihkan mata air dan mengisinya lagi. Ketua itu datang dan mengetukkan tongkatnya, seketika air itu menjadi keruh lagi… Uhuk uhuk uhuk… Dan Ayah akhirnya membersihkan mata air itu lagi dan kali ini Ayah membuat saringan. Ketua itu datang lagi dan saat itu, tanah longsor dan menimbun mata air buatan Ayah. Ayah pun menyerah. Namun, ketua itu menyuruh Ayah untuk mencoba sekali lagi, Ayah pun menggali tanah itu hingga menembus batuan, dan air mengalir sendiri dari bawah batuan itu dan mengisi mata air Ayah. Dan ketua itu datang, mencoba mengetukkan tongkatnya, airnya sempat berubah keruh, namun tak lama air itu kembali jernih… Lalu ketua itu bertanya kepada Ayah, apakah Ayah masih butuh dijelaskan apa itu kebahagiaan sejati? Ayah menggeleng puas dan kembali ke Ibumu. Kebahagiaan sejati itu datang dari dalam dirimu sendiri Dam, jangan biarkan faktor faktor luar merusaknya. Dan betapa kali pun kamu disakiti… Jangan pernah menyerah untuk kebahagiaan sejati Dam.”
Tak lama Ayah pun tak sadarkan diri. Aku pun panik dan memanggil dokter. Tapi ternyata… Dokter sudah mengetahui kondisi Ayah, dan permintaan terakhir Ayah untuk berbicara denganku. Hatiku langsung keruh seketika, mengapa aku mengganggap Ayah berbohong, aku menyesal, aku bahkan meminta maaf di saat terakhir Ayah, aku tidak sempat merayakan ulang tahun ke-79 nya bersamanya…

Dan akhirnya Ayah dikuburkan di samping Ibu. Saat aku masih berdiri disana, angin terasa berbeda, lebih kencang dari sebelumnya, aku tersenyum tipis, bahkan bangsa Neida mengucapkan salam terakhirnya untuk Ayah. Samar-samar, aku melihat ada orang yang berjalan ke arahku. Ternyata dia Carlo, atlet kesukaan anak-anakku. “Maaf, aku baru bisa menemukan Om, terima kasih sudah memotivasiku, walaupun kakiku pendek tidak cocok untuk menjadi atlet, tapi sekarang aku sudah menjadi atlet dunia,” ucapnya sambil mengelus nisan Ayahku. “Kamu pasti Dam? Ayahmu bercerita banyak tentangmu melalu suratnya, aku baru sempat mengunjunginya, dan ternyata ia sudah tiada, dimana anak-anakmu?” tanyanya. Anak-anakku langsung meminta tandatangan Carlo.
“Yah, Kakek kok belum bangun juga? Kakek sedang berpetualangan ya?” tanya anakku yang paling kecil.
“Iya nak, Kakek lagi berpetualang bertemu tetua Neida…”

CERPEN FANTASI "PETUALANG SEJATI NEIDA" CERPEN FANTASI "PETUALANG SEJATI NEIDA" Reviewed by bisnisrumahq.blogspot.com on Tuesday, February 14, 2017 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.