ANEKA JENIS PRODUK PENGAWETAN BAHAN NABATI DAN HEWANI
Di pasaran, banyak dijumpai aneka produk pengawetan baik yang bersumber dari bahan nabati maupun hewani. Beberapa contoh produk tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:
Metode Pengawetan | Contoh Produk |
Sterilisasi | Susu UHT |
Penggaraman | Asinan dan daging |
Penambahan gula | Sirup buah, selai, dan manisan buah |
Pengeringan | Tepung bumbu |
Pengasapan | Daging asap |
Pengalengan | Ikan kaleng dan kornet |
Pasteurisasi | Susu dan jus/bubur buah |
1. Selai dan Jelly
Selai dan jelly merupakan contoh produk hasil pengolahan buah segar. Pembuatan selai dan jelly ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomis dari komoditi buah segar dan sebagai metode pengawetan. Buah segar lebih rentan terhadap kerusakan dan pembusukan sehingga memiliki umur simpan yang pendek. Pengolahan menjadi selai dan jelly akan meningkatkan umur simpan produk, karena dalam proses pembuatannya dilakukan penambahan gula dengan konsentrasi tertentu yang dapat berfungsi sebagai pengawet. Penambahan gula dengan konsentrasi tinggi (>40%) akan memberikan efek pengawetan terhadap produk. Hal tersebut disebabkan karena gula akan mengikat air, sehingga tidak tersedia lagi ruang bagi aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme.
Selai dan jelly adalah jenis makanan semi padat dengan kandungan total padatan 65% dan kadar air 15-40%. Kedua produk ini dibuat dari 45 bagian cacah buah dan 55 bagian gula. Perbedaannya, selai dibuat dari daging buah yang dihancurkan, sedangkan jelly dibuat dari ekstrak sari buahnya. Komponen utama yang berperan dalam pembuatan selai dan jelly adalah pektin, asam, dan gula. Pektin yang merupakan serat larut air akan bereaksi dengan gula dan asam membentuk jaringan matriks yang mendorong terbentuknya tekstur semi padat (gel). Pada pembuatan selai komersial, biasa ditambahkan pektin dalam bentuk bubuk/serbuk. Secara alami, pektin juga terdapat pada buah yang sudah masak, tetapi tidak terlalu matang. Selai berkualitas dibuat dari jenis buah yang memiliki kadar pektin dan asam cukup tinggi, yaitu buah dengan tingkat kematangan sedang (sudah masak tetapi tidak terlalu matang).
Kadar pektin pada berbagai jenis buah besarnya bervariasi, ada yang memiliki kadar pektin tinggi dan ada pula yang rendah. Buah berkadar pektin rendah di antaranya: stroberi, ceri, pir, anggur, dan nanas. Jenis buah ini apabila diolah mejadi selai atau jelly sebaiknya ditambah dengan pektin bubuk, atau dapat dicampur dengan buah berkadar pektin tinggi agar konsintensi selai yang dihasilkan juga baik. Adapun buah yang memiliki kadar pektin tinggi seperti apel dan plum tidak memerlukan tambahan apapun karena telah dapat menghasilkan produk dengan kekentalan yang cukup baik. Buah yang telah matang sempurna, biasanya memiliki keunggulan dalam hal aroma dan citarasa. Pembuatan selai dan jelly memerlukan tekstur yang baik dan citarasa yang kuat, sehingga digunakan kombinasi buah yang belum matang sempurna dan buah yang sudah matang dengan rasio seimbang. Buah yang masih muda belum dapat digunakan untuk membuat selai atau jelly. Hal ini disebabkan karena kandungan patinya yang masih tinggi dan kadar pektinnya yang rendah, sehingga selai yang dihasilkan tidak akan memiliki tekstur dan konsistensi yang baik. Selain dari bagian daging buah, bagian kulit buah juga dapat dimanfaatkan untuk membuat selai dan jelly, misalnya: kulit durian, kulit nenas, kulit jeruk, dan lain-lain.
Selai dan jelly dapat dibuat dalam skala industri rumah tangga karena cara pembuatannya relatif mudah dan praktis, peralatan dan teknologi yang diperlukan tidak terlalu rumit, serta biaya bahan baku yang murah. Tahapan proses pembuatan selai dan jelly cukup sederhana, sebagai berikut:
a. Pemilihan Jenis Buah
Buah yang akan dibuat selai atau jelly sebaiknya merupakan kombinasi dari buah yang setengah matang dan buah yang matang sempurna. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan produk selai yang kental dan beraroma menarik. Banyaknya total buah segar yang digunakan sebanyak 45 bagian (buah masak sebanyak 22,5 bagian ditambah dengan buah matang sempurna 22,5 bagian). Buah yang akan diolah selanjutnya dikupas dan dicuci.
b. Penghancuran
Buah segar selanjutnya dihaluskan, dapat dengan cara diparut secara manual/ pemarutan atau menggunakan blender. Dengan pemarutan, akan dihasilkan potongan buah yang kasar, sedangkan dengan blender akan dihasilkan potongan buah yang lebih halus.
c. Penambahan Gula
Dengan komposisi buah sebanyak 45 bagian, maka ditambahkan gula sebanyak 55 bagian. Dalam kondisi ini, gula berfungsi sebagai pemanis sekaligus pengawet.
d. Pemasakan
Campuran buah segar dan gula pasir kemudian dipanaskan dalam wajan stainless steel dengan api sedang. Selama pemasakan, dilakukan pengadukan perlahan agar selai tidak hangus. Perlu diperhatikan pula bahwa proses pemasakan tidak boleh terlalu lama karena dapat menyebabkan hilangnya aroma buah. Pemasakan dinyatakan cukup apabila selai telah mengental dan tidak mengucur jika dijatuhkan dari sendok.
e. Pengemasan
Selai biasanya dikemas dalam botol kaca bermulut lebar sehingga penampakan produk dapat dilihat dari luar. Setelah pemasakan selesai, selai yang masih panas segera dimasukkan ke dalam botol kaca yang telah disterilkan. Selai tidak diisikan penuh dalam botol, melainkan disisakan sedikit ruang kosong (headspace) kemudian ditutup rapat. Untuk menghindari kontaminasi, produk selai yang telah dikemas disterilisasi kembali dengan cara dikukus selama ± 15 menit.
Usulan : Dalam poin A diatas, perlu diberikan penjelasan apakah jumlah buah yang diolah (45 bagian) tersebut merupakan jumlah minimal produksi? atau jumlah produksi yang ideal? atau hanya merupakan contoh saja?
Proses pembuatan jelly hampir sama dengan selai, yang membedakan hanya bahan bakunya. Bahan baku pembuatan jelly berasal dari sari buah, yang dapat diperoleh dengan cara memisahkan cairan buah dengan ampasnya. Buah segar dipotong kecil-kecil kemudian direbus selama 5-10 menit untuk melunakkan jaringan buah dan menginaktifkan enzim. Selanjutnya dilakukan penghancuran hingga didapatkan bubur buah yang kemudian disaring menggunakan kain kasa/ kain blacu. Filtrat (hasil saringan) diambil, sedangkan ampas yang berupa daging buah dan serat tidak digunakan. Cairan buah didiamkan selama 1 jam untuk mengendapkan kotoran. Bagian yang jernih selanjutnya dimasak bersama gula untuk menghasilkan jelly. Untuk memperpanjang umur simpan, produk selai dan jelly dapat ditambah dengan bahan pengawet berupa asam sorbat atau natrium benzoat sebanyak 0,01% yang ditambahkan sebelum pemasakan.
2. Ikan Asin
Ikan merupakan salah satu jenis bahan pangan yang memiliki kandungan gizi tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat sebagai salah satu sumber protein hewani. Namun pemanfaatan ikan dalam bentuk segar memiliki keterbatasan, yaitu umur simpan yang relatif pendek. Ikan sangat mudah mengalami kerusakan, baik berupa kerusakan fisikawi, kimiawi, maupun mikrobiologis. Hal ini disebabkan karena ikan memiliki kadar air tinggi, pH netral, dan kandungan gizi yang lengkap (khususnya protein) sehingga sangat disukai oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembangbiak. Aktivitas mikroorganisme, terutama dari golongan bakteri akan menyebabkan kebusukan sehingga kualitas produk ini akan mengalami penurunan, baik dari segi mutu maupun penerimaan konsumen. Salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan dan meningkatkan keawetan ikan adalah pengolahan menjadi ikan asin melalui kombinasi proses penggaraman dan pengeringan. Penggaraman dan pengeringan merupakan metode pengawetan tradisional yang telah banyak diterapkan oleh nelayan di wilayah pesisir pantai sejak dulu.
Mekanisme pengawetan ikan dengan penggaraman dapat dijelaskan sebagai beikut:
a. Penambahan garam dalam jumlah banyak akan menyebabkan perbedaan kepekatan dan tekanan osmotik antara bagian dalam dan luar tubuh ikan. Hal ini membuat cairan yang ada pada tubuh ikan akan keluar. Selanjutnya, kekosongan cairan yang ada dalam tubuh ikan akan digantikan oleh garam yang berpenetrasi masuk. Proses ini akan terus berlangsung terus hingga terjadinya keseimbangan konsentrasi garam yang ada pada bagian dalam dan luar tubuh ikan.
b. Selain perbedaan tekanan osmotik, garam juga menyebabkan terjadinya denaturasi protein dan enzim, akibatnya daging ikan akan mengerut dan cairan dalam tubuh ikan keluar.
c. Konsentrasi garam yang tinggi dapat menyebabkan keluarnya cairan sel pada mikroorganisme, sehingga mikroorganisme akan mengalami plasmolisis dan mati.
d. Garam dapat mengurangi kadar oksigen dalam jaringan tubuh ikan. Mikroorganisme yang membutuhkan oksigen (aerob) tidak akan bertahan dan mati.
e. Garam (NaCl) dapat terurai menjadi ion natrium dan klorida. Ion klorida bersifat toksik (beracun) bagi mikroorganisme.
Selain berasal dari penggaraman, ikan asin juga memiliki daya awet yang baik karena melibatkan proses pengeringan. Ikan yang telah digarami selanjutnya dikeringkan secara manual, yaitu ditempatkan pada rak-rak bambu/kayu untuk dijemur di bawah sinar matahari. Proses ini tidak dapat menguapkan air yang ada pada bahan seluruhnya, namun lebih ditujukan untuk menghilangkan air yang ada pada permukaan ikan. Dengan hilangnya sebagian air, aktivitas dan pertumbuhan bakteri dapat dihambat sehingga ikan asin tidak cepat mengalami pembusukan.
Beraneka jenis ikan dapat diasinkan, baik ikan darat maupun ikan laut, dari yang berukuran kecil hingga besar. Ikan yang berukuran besar seperti: kakap, tongkol, atau tenggiri perlu disiangi terlebih dahulu, yaitu dengan cara menghilangkan bagian kepala, sisik, isi perut, dan insang, kemudian dibelah sepanjang garis punggung hingga tampak bagian dagingnya. Sedangkan ikan berukuran kecil tidak perlu disiangi dan tetap dibiarkan dalam keadaan utuh. Ada tiga jenis metode penggaraman yang dapat dilakukan, yaitu: penggaraman kering (dry salting), penggaraman basah (wet salting), maupun kombinasi keduanya. Pemilihan metode dapat dipilih berdasarkan jenis dan ukuran ikan serta hasil akhir yang diinginkan.
a. Penggaraman Kering (dry salting)
Pertama-tama, ikan dibersihkan/disiangi dari bagian-bagian yang tidak diperlukan dan dicuci untuk menghilangkan kotoran. Selanjutnya, ditaburkan garam kristal di dasar wadah, dapat berupa bak semen atau drum plastik sampai ketebalan sekitar 1-5 cm. Setelah selesai ditaburi garam, kemudian ikan disusun secara teratur dan ditutup kembali dengan garam. Hal tersebut diulang lagi hingga didapatkan beberapa lapisan garam dan ikan secara bergantian. Setelah selesai, lapisan ikan paling atas ditutup dengan garam dan wadah ditutup dengan papan.
Jumlah garam yang ditambahkan bervariasi, tergantung pada ukuran ikan. Ikan berukuran besar dapat ditambah garam sebanyak 20-30%, ikan berukuran sedang sebanyak 15-20%, dan ikan berukuran kecil sebanyak 5%. Penggaraman dinyatakan selesai apabila tekstur ikan telah berubah menjadi keras dan padat. Penggaraman untuk ikan besar biasanya memakan waktu sekitar 2-3 hari, sedangkan ikan kecil membutuhkan waktu lebih singkat, yaitu hanya sekitar 12-24 jam. Setelah penggaraman selesai, ikan dicuci bersih untuk menghilangkan sisa-sisa garam yang masih menempel. Pengeringan dilakukan dengan menjemur ikan di atas papan bambu dan sesekali dibolak-balik agar kering secara merata.
b. Penggaraman Basah (wet salting)
Penggaraman basah dilakukan dengan merendam ikan dalam larutan garam jenuh, dengan konsentrasi bervariasi antara 30-50%. Ikan harus terendam seluruhnya, jika diperlukan dapat memakai pemberat agar proses penggaraman berlangsung optimal. Perendaman dilakukan selama 1-2 hari dan setelah selesai dilanjutkan dengan pengeringan dengan sinar matahari untuk menguapkan sisa air yang ada di permukaan ikan.
c. Kombinasi Penggaraman Kering dan Basah
Kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
Ø Konsentrasi Garam
Konsentrasi garam yang tinggi dapat mempercepat waktu penggaraman. Hal ini disebabkan karena makin banyaknya garam yang masuk ke dalam jaringan ikan.
Ø Ketebalan Daging
Ikan yang memiliki daging lebih tebal membutuhkan waktu lebih lama untuk penggaraman. Semakin tebal daging ikan, maka garam akan membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai bagian dalam jaringan ikan.
Ø Jenis Garam
Garam murni (NaCl 95%) digunakan sebagai bahan baku utama proses penggaraman untuk menghasilkan ikan asin dengan kualitas baik. Dengan tingkat kemurnian yang tinggi, garam juga akan masuk ke dalam jaringan ikan secara efektif. Garam rakyat tidak cocok digunakan dalam proses penggaraman karena banyak terdapat kontaminan (Ma, Ca, sulfat, bakteri, kotoran, dsb.) yang dapat menghambat penetrasi garam.
Ø Tingkat Kesegaran Ikan
Ikan yang tidak segar memiliki jaringan yang telah melunak sehingga garam lebih mudah untuk masuk. Namun kekurangannya, ikan dapat menjadi terlalu asin dan kaku akibat banyaknya garam yang masuk ke dalam jaringan.
Ø Suhu Daging Ikan
Semakin tinggi suhu internal daging ikan, maka akan mendorong makin cepatnya garam masuk ke dalam jaringan ikan.
Ø Kadar Lemak Ikan
Lemak dapat menghambat penetrasi garam ke dalam daging ikan. Ikan yang berkadar lemak tinggi (> 2%) biasanya membutuhkan waktu penggaraman yang lebih lama.
Usulan :
Ø Sebaiknya diberikan penjelasan kenapa dalam Sub Bab ini hanya dijelaskan secara panjang lebar mengenai beberapa contoh produk saja (selai dan jelly, dan ikan asin), padahal masih banyak contoh produk yang lain.
Ø Akan lebih baik jika diuraikan minimal satu contoh produk untuk setiap teknik pengawetan yang dibahas sebelumnya.
Ø Perlu dijelaskan beberapa istilah yang kemungkinan masih kurang difahami siswa, seperti: tekanan osmotik, denaturasi, plasmolisis, dsb.
Ø Sebaiknya dijelaskan terlebih dahulu mengenai definisi-definisi pada poin metode pengawetan (penggaraman kering, basah, dsb.), sebelum masuk pada pembahasan prosedur teknisnya.
ANEKA JENIS PRODUK PENGAWETAN BAHAN NABATI DAN HEWANI
Reviewed by bisnisrumahq.blogspot.com
on
Monday, April 18, 2016
Rating:
No comments: