ACARA TUJUH BULANAN (MITONI)
A. Sejarah Tingkeban
Tradisi tujuh bulanan/tingkeban/mitoni yaitu upacara tradisional selamatan terhadap bayi yang masih dalam kandungan berumur tujuh bulan. Sejarah tradisi ini berawal pada masa Prabu Jayabaya, waktu itu ada sepasang suami istri bernama Niken Satingkeb dan Sadiya, mereka melahirkan anak sembilan kali namun tidak satupun yang hidup. Kemudian keduanya menghadap raja Kediri, yaitu Prabu Widayaka (Jayabaya), mereka disarankan agar menjalankan tiga hal yaitu: Setiap hari rabu dan sabtu, pukul 17.00, diminta mandi menggunakan tempurung kelapa (bathok), setelah mandi berganti pakaian yang bersih dengan menggembol kelapa gading yang dihiasi Kamajaya dan Kamaratih/Wisnu dan Dewi Sri yang diikat dengan daun tebu tulak lalu dibrojolkan kebawah, setelah kelapa gading tadi dibrojolkan, lalu diputuskan menggunakan sebilah keris oleh suaminya. Setelah itu Niken Satingkeb dapat hamil dan anaknya hidup. Akhirnya sejak saat itu apabila ada orang hamil apalagi hamil pertama dilakukan tingkeban atau mitoni. Tradisi ini merupakan langkah permohonan dalam bentuk selamatan.
B. Prosesi Tingkepan
Prosesi yang dilakukan bukan berarti pengamalan ajaran agama Hindu tetapi bentuk transformasi ajaran Islam melalui budaya dan tradisi yang berkembang dalam ajaran Hindu yang sudah terlebih dahulu dianut masyarakat Jawa.
Pertama, siraman yang dilakukan oleh sesepuh dan suami. Sebelum acara siraman dimulai dengan pembacaan Q.S. Al-Fatihah, Al-ikhlas 3x, al-falaq 1x, an-nas 1x, dan ayat qursi 7x.Tradisi siraman ini dilakukan di belik / sumber air dengan cara memandikan wanita hamil menggunakan siwur dari kelapa, sesepuh yang bertugas menyiram sebanyak tujuh orang ditambah suaminya sendiri. Siraman merupakan gambaran agar kelahiran bayi kelak suci bersih.Tujuh berasal dari bahasa Jawa pitu, berarti pitulungun (pertolongan): agar kelak bayi dapat dilahirkan dengan mendapat pertolongan Tuhan. Setelah itu dilanjutkan dengan memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain wanita hamil oleh sang suami melalui perut sampai menggelinding ke bawah dan pecah. Hal ini sebagai simbol dan harapan semoga bayi yang akan lahir mendapatkan kemudahan, seperti menggelindingnya telur tadi.
Sesajen siraman berupa gedang raja setangkep, tumpeng robyong, tukon pasar, umpluk-umpluk yang berisi: 1. Kuali { beras & telur }, 2. Lendi { Banyu & Gabah+dadap ayep}, 3. Jupak { minyak goring & kapas}Ã disulut api: melambangkan semangat hidup. Tumpeng berisi: ayam jawa, kelapa, gula, teh. Jajan pasar
.
Kedua, upacara ganti busana dilakukan dengan jenis kain sebanyak 7 (tujuh) buah dengan motif kain yang berbeda. Motif kain dan kemben yang akan dipakai dipilih yang terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain.
Kain terakhir yang dipakai bermotif sidamukti. Makna simboliknya dapat dirunut dari makna kata sidamukti yang berarti menjadi mukti (mulia) atau bahagia. Kain sidamukti yang dikenakan diikat dengan tebu tulak / benang putih/janur kuning, kemudian ikatan tersebut dipotong oleh suami menggunakan sebilah keris. Tebu tulak lambang tolak bala, agar anak jauh dari halangan. Benang putih (lawe) simbol simpul kelahiran telah terbuka, sedangkan janur kuning yang diikatkan pada perut wanita sebagai pertanda bahwa suami istri tersebut telah mendapatkan cahaya (janur) kemenangan, yaitu akan mendapatkan amanat berupa anak. Cahaya tersebut harus diraih dengan rintangan atau kesulitan, sehingga suami harus mengatasinya dengan cara memotong janur. Pemotongan janur berarti upaya mengatasi kesulitan. Sebelum pemotongan tali dimulai dengan pembacaan Al-Fatihah dan bacaan Robbi shrohli shodri wa yassirli amri 3x.
Ketiga, Upacara brojolan atau memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari Janaka dan Srikandi atau Komojoyo dan Komoratih ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa adanya kesulitan. Upacara brojolan dilakukan oleh nenek calon bayi (ibu dari ibu si bayi) dan diterima oleh nenek besan. Secara simbolis gambar Janaka dan Srikandi melambangkan kalau si bayi lahir akan elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur seperti tokoh yang digambarkan tersebut, mereka merupakan tokoh ideal orang Jawa. Dimulai dengan al-Fatihah 3x.
Ketiga, Upacara brojolan atau memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari Janaka dan Srikandi atau Komojoyo dan Komoratih ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa adanya kesulitan. Upacara brojolan dilakukan oleh nenek calon bayi (ibu dari ibu si bayi) dan diterima oleh nenek besan. Secara simbolis gambar Janaka dan Srikandi melambangkan kalau si bayi lahir akan elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur seperti tokoh yang digambarkan tersebut, mereka merupakan tokoh ideal orang Jawa. Dimulai dengan al-Fatihah 3x.
Keempat, Upacara memecahkan periuk dan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa (siwur). Maksudnya adalah memberi sawab (doa dan puji keselamatan) agar nanti kalau si ibu masih mengandung lagi, kelahirannya juga tetap mudah.
Kelima, Ibu hamil harus melakukan tradisi jual dhawet dan rujak. Yang bertugas membeli para tamu menggunakan uang buatan (kreweng) atau pecahan genteng. Uang tersebut dimasukkan ke dalam kuali dari tanah. Kuali yang berisi uang tersebut dipecah di depan pintu oleh ibu hamil. Hal ini bermakna agar kelak bayi yang lahir akan banyak mendapatkan rezeki.
Biasanya sebelumnya diadakan pembacaan 7 surat pilihan dalam al-qur’an yaitu yasin, al-kahfi, Yusuf, Maryam, Ad-Dhukhan, Luqman, dan Al-Mulk kemudian dilanjutkan dengan mujahadah dan ditutup dengan bacaan shrokal/marhaban dengan si ibu berjabat tangan kepada para tamu undangan. Biasanya dilakukan malam sebelum kenduren.
Keenam, yaitu kenduri sebagai syukuran. Pada saat ini, ada beberapa ubarampe (sesaji) yang biasanya perlu dipersiapkan, diantaranya: Tumpeng kuat, yaitu tumpeng berjumlah tujuh. Satu di antara tumpeng itu dibuat paling besar dan enam yang lain, diletakkan mengelilingi tumpeng besar. Bilangan tujuh menggambarkan umur bayi tujuh bulan. Sedangkan makna tumpeng kuat, sebagai lambang agar bayi yang lahir sehat wal afiat dan orangtuanya diberi kekuatan lahir dan batin. Jenang putih dan merah dipadu sebanyak 7 macam,simbol jenang putih melambangkan perempuan sedangkan jenang merah melambangkan laki-laki. Kenduren dimulai dengan pembacaan QS. Al-fatihah dan ditutup do’a oleh pemuka agama setempat.
Ketujuh, upacara menyeret tikar/ kloso bagi orang yang pertama kali keluar dari ruang kenduren/rumah, hal ini mempunyai maksud agar bayi dipermudah dalam kelahiran/keluar dari rahim.
C. Kesimpulan
Tradisi adat Jawa tujuh bulanan (tingkeban/mitoni) merupakan bagian dari budi pekerti Jawa yang memiliki makna filosofis dalam kehidupan. Dari berbagai simbol tindakan dan ritual tingkeban/mitoni tersebut tampak bahwa masyarakat Jawa memiliki harapan keselamatan. Tradisi ini memang merupakan kombinasi ajaran baik dari Hindu, Kejawen bahkan Islam. Namun, sebagaimana wawancara tradisi ini sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam, yaitu permohonan kepada Allah Swt dalam rangka keselamatan dan kebahagiaan bagi pasangan . Paling tidak, dari tradisi ini terkandung nilai-nilai filosofis dalam kehidupan, antara lain: pertama, melestarikan tradisi leluhur dalam rangka memohon keselamatan. Dalam qaedah ushul fikh disebutkan “al-muhafazhah ‘ala qadim ash-shalih, wal ahdzu bil jadidi al-ashlih” (Melestarikan tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Kedua, menjaga keseimbangan, keselarasan, kebahagiaan, dan keselamatan (slamet, ora ono apo-apo). Ketiga, karakter masyarakat Jawa yang berpikir asosiatif. Keempat, proses penyucian diri (tazkiyatun nafsi) ketika memohon kepada Allah Swt. (Tuhan Yang Maha Kuasa).
Tradisi tujuh bulan yang ada saat ini merupakan akulturasi antara tradisi masyarkat jawa dengan ajaran agama Islam. Semua tradisi/ritual tersebut bertujuan mendoakan jabang bayi dan ibu agar selamat sampai proses melahirkan. Namun tradisi yang ada sekarang hanya dilakukan sederhana saja, semuanya kembali pada keluarga yang mempunyai hajat.
ACARA TUJUH BULANAN (MITONI)
Reviewed by bisnisrumahq.blogspot.com
on
Thursday, February 18, 2016
Rating:
No comments: